PALU, Kabar Selebes – Siapa tak kenal dengan khasiat daun kelor. Tanaman pagar rumah tangga yang tumbuh subur di Kota Palu, Sulawesi Tengah itu kini tengah dibranding dengan nama ‘kelor merah khatulistiwa’ dan telah dilirik oleh 7 negara asing.
Branding ini sedang dikembangkan dan didukung oleh Balai Karantina Pertanian (Barantan) Palu. Amril, Kepala Barantan Palu menuturkan, pemberian nama kelor merah sebab batangnya yang merah dan hanya ada di Kota Palu yang merupakan daerah jalur khatulistiwa.
“Ini kelor merah memang salah satu potensi jual komoditas pertanian dari Sulawesi Tengah,” katanya saat ikut memanen kelor di Kelurahan Kayumalue, Senin (11/10/2021).
“Potensinya sangat besar, karena ada tujuh negara yang meninjau kemari,” imbuh dia.
Negara itu ialah Dubai, Jepang, China, Perancis, Amerika Serikat dan Nigeria. Penanaman kelor saat ini berada di wilayah Kelurahan Kayumalue, Kecamatan Tawaili, Kota Palu dengan luas lahan 200 hektar. Meski akan menjadi komoditas ekspor, Amril bilang kelor merah terlebih dahulu akan difokuskan untuk dinikmati masyarakat di wilayah setempat.
“Nanti di tempat ini kami juga dorong masyarakat agar membuat semacam agrowisata. Ada tanaman rica, tomat, dan sebagainya. Tapi brandnya di sini kelor merah khatulistiwa. Jadi yang datang ke sini bisa menikmati sajian dari kelor yang dibuat masyarakat,” kata dia.
Amril pun menyebut, ke depan akan berkomunikasi bersama direktorat jenderal prasarana untuk siap memberi dukungan peralatan kepada para petani kelor. Hal ini merupakan komitmen dari Kementerian Pertanian bahwa semua Kabupaten harus memiliki komoditas yang siap diekspor.
“Nah kita melihat di Palu ini komoditas yang bisa kita angkat ini adalah Kelor merah khatulistiwa,” jelas Amril.
Terpisah, Dahlan penginisiasi komoditas kelor merah mengatakan awalnya hanya menanam 1 hektar kelor dari 200 hektar lahan. Seiring banyaknya peminat, kelor merah kini sudah ditanami pada luas 10 hektar lahan.
Ia menjelaskan, perawatan kelor merah tidak rumit. Satu hektar kelor bisa ditanami sebanyak 10 ribu pohon. Dahlan bilang kelor di Palu dipanen setiap triwulan satu kali. 1 hektar lahan bisa menghasilkan 15-20 ton kelor setengah jadi dengan harga jual mencapai 2 juta per ton.
“Karena kelor di Sulawesi tengah berbeda dengan kelor di tempat lain, kita sudah tiga kali panen dalam setahun, yang di luar daerah itu hanya 1 kali setahun,” ujarnya.
Untuk saat ini, lanjut dia, kelor yang ditanam sudah bekerja sama dengan salah satu swadaya masyarakat dengan menyiapkan kelor setengah kering untuk selanjutnya diolah menjadi produk UMKM. “Kita diberi mesin kapasitas 130 kg. Saat ini kami sudah diberi 3 mesin,” ujarnya.
Lewat mesin itu, ia pun menyebutkan tengah memberdayakan masyarakat yang kurang mampu. Satu mesin dengan kapasitas 13 kg dipegang oleh satu pekerja dengan bayaran satu juta perbulannya.
Dahlan berharap, ke depan dapat banyak dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan bisnis tanaman kelor sehingga bisa menjadi barang yang siap diekspor. Sebab diakuinya, mengurus kelor memakan biaya yang cukup besar.
“Saat ini saya terus sementara mendorong, mengajak masyarakat agar supaya kelor ini bisa menjadi pendapatan yang menjanjikan,” tuturnya. (ap)
Laporan : Abdee Mari