PALU, Kabar Selebes – Masyarakat Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu kembali bereaksi keras terhadap maraknya jual beli lahan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Lembah Palu Nagaya, yang terletak di sebelah timur Kampus Universitas Tadulako (Untad).
Ratusan warga turun ke lokasi untuk menghentikan pembangunan oleh pihak yang diduga tidak berwenang, Senin (27/5/2024).
Seperti dilansir SuluhMerdeka.com, sejumlah orang telah mulai melakukan pembangunan di lokasi tersebut.
Warga, yang dipimpin oleh perwakilan mereka, Rizal, meminta aktivitas tersebut dihentikan karena lahan tersebut masih dalam status quo atau masih dalam proses perkara hukum.
Rizal menjelaskan bahwa lahan tersebut merupakan tanah ulayat yang telah dikuasai oleh masyarakat secara turun temurun untuk keperluan gembala dan pertanian.
Namun, pada tahun 1993, status lahan tersebut berubah menjadi lahan HGB secara sepihak oleh PT Lembah Palu Nagaya.
“Ini tanah ulayat yang jauh sebelumnya dikuasai oleh masyarakat secara turun temurun untuk gembala dan pertanian. Namun tahun 1993 secara sepihak statusnya berubah menjadi lahan HGB,” terang Rizal.
Penyerahan lahan seluas 108 hektar kepada PT Lembah Palu Nagaya dilakukan berdasarkan Surat Keterangan Nomor 500 – 585 yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala pada 8 Desember 1993.
Rizal mengungkapkan bahwa penguasaan tanah tersebut tidak melalui pembebasan atau ganti rugi kepada masyarakat yang mengelola lahan tersebut, melainkan hanya berdasarkan keputusan Gubernur Sulteng Nomor SK 188.44/4923 tanggal 25 Juli 1989.
Rizal juga menyatakan bahwa ganti rugi yang diberikan pada waktu itu tidak tepat sasaran.
“Ganti rugi yang sudah dilakukan telah dimanfaatkan oleh penguasa waktu itu. Karena faktanya tidak satupun masyarakat yang menerima ganti rugi itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rizal menyoroti bahwa sebagian lahan tersebut telah digunakan untuk pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban bencana tahun 2018 lalu.
Masyarakat Tondo tidak mempermasalahkan penggunaan lahan untuk keperluan kemanusiaan, namun mereka tetap berupaya agar sisa lahan dikembalikan kepada masyarakat.
Rizal menegaskan bahwa masyarakat memiliki bukti hukum yang kuat terkait kepemilikan lahan tersebut.
“Jangan kira kami tidak memiliki bukti hukum yang kuat. Semua sudah lengkap, jika dibutuhkan kami akan perlihatkan di depan hukum,” tambahnya.
Rizal juga mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap oknum-oknum yang menawarkan penjualan lahan tersebut.
Beberapa orang dari luar Kelurahan Tondo mengaku telah membeli lahan tersebut dari pihak yang tidak bertanggung jawab dan telah mulai membangun di lokasi itu.
Namun, ketika diminta menunjukkan sertifikat, mereka tidak dapat menyediakannya. Rizal menegaskan bahwa keberadaan mereka di lahan tersebut ilegal.
“Ada beberapa orang yang mengaku sudah membeli dari oknum-oknum, bahkan sudah ada yang mulai membangun. Kami tanya mana sertifikatnya? Mereka tidak miliki itu. Kami sampaikan silakan berurusan dengan penjualnya, keberadaan kalian ilegal, lahan ini milik masyarakat Tondo yang masih dalam status berperkara,” tandas Rizal.
Protes ini merupakan upaya masyarakat Kelurahan Tondo untuk mempertahankan hak mereka atas lahan yang mereka klaim sebagai tanah ulayat yang telah dikuasai secara turun temurun.(*/sm/ha/abd)