PALU, Kabar Selebes – Perbedaan pendapat dalam agama adalah hal yang lumrah dan semestinya tidak menjadi pemicu perpecahan. Demikian pesan yang disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof. Lukman Thahir dalam sebuah kajian Ramadan, di mana ia mengisahkan perdebatan antara dua ulama besar, Imam Malik dan Imam Syafi’i, mengenai konsep rezeki.
Perdebatan ini merujuk pada sebuah hadis Nabi yang artinya: “Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, di mana ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar, pulang sore dalam keadaan kenyang” (HR. Malik dikutip oleh Imam Az-Zarqani, Syarah al-Muwatha’).
Dalam kisah tersebut, Imam Malik berpendapat bahwa rezeki datang tanpa usaha. Seseorang cukup bertawakal, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya. Sebaliknya, Imam Syafi’i berpendapat bahwa usaha adalah bagian dari tawakal. Ia berkata, “Wahai Guru, andai seekor burung tidak keluar dari sarangnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?”
Suatu hari, Imam Syafi’i melihat sekumpulan orang sedang memanen anggur. Ia kemudian ikut membantu mereka dan mendapatkan imbalan beberapa ikat anggur. Dengan membawa anggur tersebut, ia kembali menemui Imam Malik yang saat itu tengah bersantai. Imam Syafi’i berkata, “Andai saya tidak keluar dari rumah dan tidak bekerja, tentu anggur ini tidak akan sampai ke tangan saya.”
Mendengar hal itu, Imam Malik tersenyum, mengambil anggur, dan mencicipinya. Ia lalu berkata, “Sehari ini aku tidak keluar rumah, hanya mengajar saja. Dan sempat membayangkan betapa nikmatnya dalam cuaca panas seperti ini menikmati buah anggur.”
“Untungnya, engkau datang membawakannya untukku. Bukankah ini yang dimaksud dengan, ‘Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus yang lain?’”
Kisah ini pun berakhir dengan tawa kedua imam besar tersebut, menegaskan bahwa perbedaan sudut pandang bukanlah penghalang bagi persaudaraan dan kebersamaan.
“Kisah ini perlu menjadi pelajaran bagi umat beragama, bahwa perbedaan pendapat, perbedaan mazhab, dan faham merupakan hal biasa. Jangan sampai perbedaan membuat kita bertikai. Marhaban ya Ramadan,” demikian Profesor Lukman Thahir.***