PALU, Kabar Selebes – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah sedang meneliti laporan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah soal dugaan tambang ilegal di Poboya, Kota Palu.
Komnas HAM menyebut, mereka tidak hanya melihat apakah izin ada atau tidak, tapi juga melihat apakah lingkungan aman dan apakah warga dihormati.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Sulawesi Tengah, Livand Breemer, mengatakan pihaknya langsung bergerak dengan tim investigasi dan memanggil semua yang terlibat.
“Kami sudah panggil semua, termasuk warga yang tinggal di sana. Faktanya, tidak cuma AKM yang kerja di Poboya, ada juga CPM dan warga yang gali emas,” ucap Livand lewat telepon WhatsApp, Jumat (25/7/2025).
Livand menekankan bahwa penyelidikan mereka tidak hanya soal ijin. Limbah tambang dan apakah dikelola dengan aman jadi perhatian utama.
“Saya mau pergi ke lapangan, lihat langsung. Masalahnya bukan hanya tambang ilegal, tapi juga apakah mereka buang limbah dengan benar. Hak untuk hidup di lingkungan yang sehat juga hak asasi manusia,” katanya.
Menanggapi laporan Jatam yang dilayangkan pada 9 Juli 2025 lalu, Komnas HAM menegaskan tidak berdiam diri. Bahkan sebelum laporan itu masuk, pihaknya telah membentuk tim dan memulai pemanggilan pihak-pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat adat, pemuda, serta perwakilan dari perusahaan tambang.
“Saya sudah memanggil AKM dan tokoh Masyarakat Poboya. Sementara CPM, kami masih menjadwalkan pertemuan lanjutan, mungkin Senin depan. Kita ingin dapat kejelasan dari semua pihak,” tutur Livand.
Namun, Livand menilai persoalan tambang di Poboya tidak bisa dipandang hitam-putih. Menurutnya, ada ribuan warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.
“Terkait tambang ilegal, sikap Komnas HAM jelas. Kalau menyangkut individu, pemerintah bisa langsung tutup. Tapi kalau menyangkut banyak orang, pemerintah juga harus memikirkan dampaknya. Hak atas pekerjaan juga hak asasi,” jelasnya.
Livand juga memberikan opsi lain mengenai kasus yang saat ini tengah berlangsung di Poboya. Ia mengatakan, pemberian izin pertambangan rakyat juga bisa ditempuh sebagai solusi win-win antara masyarakat dan perusahaan.
“Kalau misalnya pemerintah tidak bisa bertanggung jawab, legalkan saja. Supaya mudah diawasi dan masyarakat bisa tetap mendapat perlindungan. Bagaimana caranya (pelegalan tambang masyarakat)? Itu tanggung jawab mereka,” tegas Livand.
Dirinya juga menyebut Poboya berbeda dengan beberapa lokasi tambang rakyat lain seperti di Buranga, Kayuboko, dan Buol yang menurutnya kini justru dikuasai segelintir orang melalui koperasi.
“Di tiga lokasi itu, sekarang kacau balau. Hanya dikuasai satu pemodal. Kalau di Poboya, iya ada pemodal, tapi juga ada ribuan warga kecil yang menggantungkan hidup. Itu tidak bisa diabaikan,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan yang imparsial dan berorientasi pada penyelesaian jangka panjang. Komnas HAM, kata dia, tidak ingin dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik.
“Kami tidak mau diperalat siapa pun. Kami berdiri di tengah dan melakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara,” pungkas Livand.(*/abd)