PALU, Kabar Selebes – Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama mulai mengimplementasikan pembelajaran afeksi pada semester ganjil tahun 2025. Langkah ini bertujuan untuk memperkokoh moralitas dan integritas generasi muda di tengah derasnya pengaruh globalisasi.
Rektor UIN Datokarama, Prof. Lukman Thahir, menyatakan bahwa penguatan dimensi afeksi dalam proses pembelajaran ini merupakan tindak lanjut dari konsepsi Mutiara Keilmuan UIN Datokarama yang terintegrasi dengan kurikulum cinta yang digagas oleh Kementerian Agama.
“Jika di perguruan tinggi lain, dimensi kognisi dan psikomotorik yang didahulukan dalam pembelajaran, maka di UIN Datokarama, justru dimensi afeksi yang didahulukan,” ungkap Profesor Lukman di Kota Palu, Kamis (4/9/2025).
Sebelum diterapkan, UIN Datokarama telah melakukan simulasi pembelajaran afeksi yang melibatkan puluhan dosen di Auditorium. Simulasi ini bertujuan untuk membangun pemahaman dan persamaan persepsi di antara para dosen dalam mengimplementasikan metode pembelajaran ini.
Fokus pada Kejujuran, Empati, dan Pantang Menyerah
Pembelajaran afeksi berfokus pada tiga poin penting: menanamkan nilai kejujuran, empati, dan pantang menyerah kepada mahasiswa. Lukman menegaskan bahwa UIN Datokarama tidak mengesampingkan dimensi kognisi dan psikomotorik, melainkan menjadikannya sebagai tahap lanjutan setelah penguatan dimensi afeksi.
Secara teknis, pembelajaran dimensi afeksi diajarkan oleh dosen sebanyak tiga kali pertemuan tatap muka di kelas. Setiap pertemuan diawali dengan ice breaking dan kisah inspiratif tentang kejujuran. Selanjutnya, mahasiswa akan menghadapi dilema etika melalui roleplay dan diskusi, diikuti dengan refleksi diri dan janji integritas.
Pada tahap refleksi diri, dosen meminta mahasiswa merespons pesan moral dari kisah inspiratif. Kemudian, mahasiswa dibagi dalam kelompok untuk merumuskan bahaya dari berbohong dan pentingnya kejujuran. Setiap kelompok memaparkan hasil refleksinya untuk membangun kesadaran bersama.
“Hal ini untuk membangun kesadaran mahasiswa agar mereka menyadari bahwa pengetahuan tanpa kejujuran itu bahaya dan mengerikan,” pungkas Profesor Lukman.(*)