BUOL, Kabar Selebes – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat desakan kuat dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Buol. Ketua GMNI Buol, Arwin Pontoh, mendesak KPK segera mengambil langkah konkret dalam menangani kasus dugaan gratifikasi yang diduga melibatkan Bupati Buol, Risharyudi Triwibowo. Ia menegaskan pentingnya penanganan yang tegas dan transparan demi menjaga kepercayaan publik.
Pernyataan ini Arwin sampaikan menanggapi kasus dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Ketenagakerjaan RI. Kasus ini diduga melibatkan Risharyudi saat masih menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Dalam kasus tersebut, KPK telah menyita satu unit motor gede (moge) milik Risharyudi Triwibowo pada Senin (21/7/2025), yang diduga terkait erat dengan kasus gratifikasi tersebut.
“Langkah KPK menyita aset adalah bagian dari proses hukum yang wajib kita hormati,” ujar Arwin Pontoh, Kamis (24/7/2025).
Meski kasus ini terjadi sebelum Risharyudi menjabat sebagai Bupati Buol, Arwin menekankan bahwa publik berhak mengetahui rekam jejak seorang pemimpin. Menurutnya, integritas tidak hanya dinilai dari kinerja saat ini, tetapi juga dari masa lalu.
“Kita tidak bisa menghakimi tanpa dasar, tapi juga tidak boleh menutup mata terhadap indikasi penyimpangan. Proses hukum ini harus kita kawal agar terang dan tidak menimbulkan krisis kepercayaan,” tambahnya.
Arwin menegaskan bahwa gratifikasi tidak bisa ditoleransi karena bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang bersih dan transparan. Terlebih lagi jika pelakunya adalah pejabat publik, karena dapat merusak integritas dan kepercayaan masyarakat.
“Saya mendorong KPK segera bertindak tegas dan terbuka. KPK harus menunjukkan bahwa tidak ada satu pun oknum, tak peduli jabatannya, yang kebal hukum,” tegas Ketua GMNI Buol itu.
Ia juga meyakini bahwa transparansi dan keadilan adalah kunci dalam menegakkan hukum. Penanganan tuntas atas kasus ini bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga memberikan pesan moral dan efek jera bahwa gratifikasi merupakan penyimpangan serius yang tidak bisa ditoleransi di negara hukum.(abd)