Tutup
PilihanSulawesi Tengah

Pengembalian Babuk tidak Gugurkan Proses Hukum, LPR Desak KPK Jadikan Tersangka Bupati Buol

50
×

Pengembalian Babuk tidak Gugurkan Proses Hukum, LPR Desak KPK Jadikan Tersangka Bupati Buol

Sebarkan artikel ini
Editor: Abdee Mari
Kolase : Hartati Hartono dan Risharyudi Triwibowo

PALU, Kabar Selebes – Lembaga Pengacara Rakyat (LPR) mendesak KPK bertindak cepat. Ketua LPR Hartati Hartono meminta lembaga antirasuah itu segera tetapkan Bupati Buol, Risharyudi Triwibowo, sebagai tersangka.

Desakan berfokus pada dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terhubung dengan praktik korupsi pengurusan rencana tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sejak 2019.

Hartati melontarkan tuntutan itu setelah KPK menangkap delapan pegawai negeri di Kemnaker, memasukkan mereka dalam daftar tersangka.

Menurutnya, partisipasi Bupati Buol dalam rangkaian korupsi itu bukan sekadar isu angin lalu. Hartati melanjutkan, Bupati Buol sudah mengembalikan barang bukti: sebuah motor Harley Davidson. Motor ini diklaim kuat berasal dari gratifikasi, dan barang bukti itu sudah dikembalikan sejak perkara mengemuka.

“Kembalikan barang bukti setelah isu blow-up tak otomatis menghapus pidana. Apalagi motor ini tak pernah nampak dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),” terang Hartati saat wawancara di Palu, Sabtu (26/7/2025).

Hartati kembali menekankan bahwa langkah Bupati Buol justru menambah kuatnya dugaan bahwa mantan bawahan itu aktif terlibat dalam recehan suap dan pencucian uang. Siapa dan sejauh mana peran Bupati Buol dalam skandal ini harus segera ditegaskan KPK, apakah dia sekadar penerima pasif, kemaruk terjun beraksi, atau justru kapten dalam seluruh jangkauan kejahatan ini.

Hartati berkeras bahwa masalah ini jelas sudah melampaui soal etika, sudah terjerumus ke ranah pidana.

“Barang yang diyakini berakar dari tindak pidana hengkang ke ruang publik harus segera dilaporkan dan diserah ke KPK dalam jangka yang sudah ditentukan undang-undang,” tandasnya.

Sebagai pendukung katanya, Hartati menyitir Pasal 12 huruf b ayat (2) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang udah disetrap berubah lewat UU 20/2001. Dalam pasal itu, setiap penyelenggara negara wajib lapor soal gratifikasi yang dia terima maksimal dalam waktu 30 hari kerja.

Hartati menekankan, motor Harley yang dikembalikan tanpa laporan dalam jangka waktu sepekan itu sudah jelas menyalahi hukum dan tidak layak dimaafkan.

​​Pengembalian Barang Bukti Tak Hapus Pidana

Hartati menjelaskan bahwa mengembalikan barang bukti secara sukarela setelah kasus viral dan menjadi sorotan publik tidak otomatis menghapus tanggung jawab pidana. Prinsip hukum pidana jelas menyatakan bahwa niat jahat tetap ada saat seseorang telah menerima, menguasai, atau menghabiskan hasil tindak pidana, termasuk gratifikasi.

“Kalau barang bukti sudah dipakai, baru dikembalikan, itu justru menguatkan bukti,” ujarnya.

Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPR) mengimbau KPK tidak segan menetapkan Bupati Buol sebagai tersangka dan menjelaskan posisi hukumnya.

“Jangan sampai hukum keras untuk rakyat kecil, tetapi lunak untuk yang besar. Proses ini harus profesional, transparan, dan akuntabel. Masyarakat menunggu keberanian KPK untuk menegakkan korupsi tanpa pilih kasih,” tutup LPR.

KPK Sudah Tetapkan Delapan Tersangka Kemnaker

Untuk diketahui, KPK sebelumnya telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.

Mereka adalah SH selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker 2020–2023; HY selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK 2024–2025; WP selaku Direktur PPTKA 2017–2019.

Selanjutnya, DA selaku Koordinator Uji Kelayakan PPTKA 2020–2024 dan Direktur PPTKA 2024–2025; GTW selaku Kasubdit Maritim dan Pertanian, PPK PPTKA, dan Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA; serta PCW, JMS, dan ALF selaku staf Direktorat PPTKA.

Para tersangka ini diduga memanfaatkan kewenangannya untuk memeras para pemohon RPTKA, baik agen maupun perusahaan pengguna TKA, dengan janji percepatan proses pengesahan RPTKA, dokumen wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan TKA di Indonesia.(abd)

Silakan komentar Anda Disini….