PALU, Kabar Selebes – Pemerintah Kota Palu menurunkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk warung sari laut atau Mas Joko dan sejenisnya, dari 10 persen menjadi 5 persen. Kebijakan ini merupakan bentuk perhatian Wali Kota Palu, H. Hadianto Rasyid, terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Palu telah melakukan sosialisasi di delapan kecamatan pada 17-18 September 2025.
Plt. Sekretaris Bapenda Kota Palu, Syarifudin, menjelaskan bahwa kebijakan ini berlaku sejak 4 September 2025. Penurunan pajak ini dianggap langkah langka, karena warung kecil kini dikenakan tarif yang berbeda dari restoran besar.
“Wali Kota melihat warung sari laut ini sebagai usaha mikro, maka diberlakukan kebijakan khusus,” jelas Syarifudin, Senin (21/9).
Meski Perda Nomor 9 Tahun 2023 masih mencantumkan tarif 10 persen, Wali Kota Palu menggunakan kewenangan insentif fiskal untuk memberikan pengurangan pajak.
“Insentif fiskal memungkinkan kepala daerah memberikan pengurangan, keringanan, bahkan penghapusan pajak. Jadi sambil menunggu revisi perda, pengurangan ini sudah berlaku sejak 4 September 2025 melalui surat keputusan wali kota,” tambahnya.
Menurut Syarifudin, pajak ini bukan beban bagi pelaku usaha, melainkan beban konsumen. Dengan tarif 5 persen, harga makanan menjadi lebih murah, sehingga meringankan masyarakat.
“Harga seporsi ayam goreng Rp20 ribu. Kalau kemarin dengan pajak 10 persen jadi Rp22 ribu. Sekarang cukup Rp21 ribu karena pajaknya hanya 5 persen. Jadi ini justru meringankan masyarakat,” jelasnya.
Syarifudin juga mengimbau pentingnya kejujuran pelaku usaha dalam melaporkan omzet, karena pajak ini bersifat self-assessment. Ia mengingatkan, pajak yang disetorkan akan digunakan untuk pembangunan Kota Palu, termasuk mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Selain warung sari laut, kebijakan ini juga mencakup warung binte, bakso, nasi goreng, uta dada, dan usaha sejenisnya yang merupakan kategori usaha mikro. Bapenda mencatat jumlah warung sari laut di Palu berkurang drastis dari 717 unit pada 2015 menjadi sekitar 240 unit akibat bencana 2018.
“Keputusan wali kota ini sudah sangat adil, karena rata-rata konsumennya masyarakat menengah ke bawah,” tutup Syarifudin.(*)